Pages

HR experience – berbagi pengalaman kerja di bidang Personalia

Tuesday, April 7, 2020



Membicarakan profesi kerja sebagai HR/HRD/Personalia menimbulkan pemikiran tertentu di kepala banyak orang. Mungkin ada yang beranggapan bahwa posisi ini kerjanya santai. Atau stigma paling umum di kalangan mayoritas karyawan bahwa siapa pun di posisi HR adalah manusia yang paling tidak disukai seantero kantor. Apapun anggapan kalian soal profesi HR, kali ini saya akan berbagi pengalaman setelah menghabiskan waktu 3,5 tahun berkecimpung di dunia HR.

HR adalah pekerjaan pertama saya.

Saya hanya seorang fresh graduate Sarjana Hukum sebelum kakak angkatan menawari pekerjaan sebagai Staff HR di perusahaannya. Waktu itu saya berpikir untuk mengambil pekerjaan apapun yang bisa segera membebaskan saya dari rumah orang tua dengan alasan ingin segera mandiri. Di samping itu, saya tidak terlalu pilih-pilih untuk karier apa yang akan saya jalani selama tidak melenceng terlalu jauh dari bidang keilmuan.

Setelah melalui proses interview yang cenderung singkat, pada bulan September tahun 2016 saya resmi diterima sebagai HR.

Perlu diketahui bahwa meskipun perusahaan tempat saya bekerja berada di wilayah Jabodetabek, perusahaan kami adalah perusahaan manufaktur sehingga jauh-jauhkan imajinasi kalian dari perusahaan elite yang beroperasi di gedung pencakar langit di pusat ibu kota. Kantor saya berada tepat di pabrik sehingga setiap Senin sampai Sabtu saya bertemu dengan karyawan produksi dan staff. Kondisi pabrik cenderung kotor karena bahan utama produksi adalah kawat dan oli. Belum lagi suara bising yang ditimbulkan oleh mesin berat. Masker harus selalu dikenakan ketika turun ke lapangan mengingat kondisi udara yang kotor oleh gram besi.

3 bulan awal bekerja, saya benar-benar cukup buta dengan ritme pekerjaan kantor. Meskipun dulu saya merupakan mahasiswa aktif dengan prestasi akademik yang baik, semua ilmu yang saya dapatkan dalam kelas ataupun organisasi seakan menguap begitu saja. Saya harus belajar lagi dan menyesuaikan diri dengan dunia kerja. Selayaknya anak baru pada umumnya, saya tahu baik pimpinan maupun rekan kerja masih meragukan kompentensi saya. Belum lagi karyawan produksi yang menganggap remeh, menyepelekan, kadang-kadang berbohong supaya mereka tidak kena sanksi. Padahal penting sekali bagi HR untuk memiliki wibawa tersendiri mengingat perannya dalam penegakan disiplin kerja.

Menurut saya pribadi, tahun pertama terkhususnya 3 bulan pertama dalam bekerja merupakan periode paling krusialterutama bagi fresh graduate. Di periode ini kalian akan sangat diuji ketahanan mentalnya sehingga pastikan untuk sebisa mungkin tanggap dan pro-aktif. Ada saat-saat dimana saya merasa minder bahkan merasa tidak berguna, seakan-akan apa yang saya lakukan selalu kurang atau salah di mata pimpinan dan rekan kerja. Tetapi saya yakin saya tidak sendirian merasakan itu sehingga saya kesampingkan perasaan negatif dengan lebih banyak bersyukur dan bekerja lebih baik.

Singkat cerita, 3,5 tahun telah berlalu. Saya menjadi terbiasa sembari saya belajar banyak halapalagi dengan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan saya untuk dipindahkan dari satu pabrik ke pabrik lain. Saya telah membaur dengan staff dan karyawan produksi sudah tidak berani menyepelekan saya.

Sebagai HR di industri manufaktur golongan menengah, kami tidak dikhususkan untuk menangani bidang tertentu seperti rekruitmen, compensation and benefits, compliance atau industrial relations saja. Kami tidak mengenal sub-divisi. Tim HR di perusahaan kami yang terdiri dari 4 orang dituntut untuk bisa mengerjakan semuanya, bahkan mengerjakan pekerjaan lintas PT mengingat perusahaan tersebut statusnya di bawah group milik keluarga (total ada 7 PT). Kadang-kadang saya membantu SPV menyiapkan dokumen perizinan dan urusan legal. Belum lagi pekerjaan-pekerjaan harian lain yang sebenernya tidak termasuk ranah HR.

Bagi para fresh graduate yang membaca tulisan saya ini mungkin akan merasa khawatir atau bingung, tetapi perlu diingat bahwa faktanya bukan hanya HR saja melainkan banyak posisi yang menuntut karyawan mengerjakan hal-hal di luar jobdesc atau memilih efisiensi sehingga pekerjaaan yang mestinya dikerjakan beberapa orang hanya dikerjakan 1 orang saja.

Dalam menangani karyawan produksi juga diperlukan ketegasan dan kesabaran ekstra mengingat 90% dari karyawan produksi kami tidak sekolah atau hanya tamat SD dan SMP. Hal yang paling sering saya jumpai adalah target produksi yang tidak tercapai namun tuntutan mereka banyak dan kadang tidak masuk akal. Beberapa dari mereka juga sering kali tidak mau dikenakan sanksi sesuai prosedur yang berlaku meskipun terbukti melakukan pelanggaran.

Oh ya, karyawan bisa lebih galak daripada HR sehingga pastikan untuk tetap tenang dan jangan ikut terpancing emosi, oke?

Belum lagi menghadapi para staff dan drama-drama kantor yang ikut mewarnai keseharian kerja yang apabila dibiarkan saja tentunya akan berdampak pada mood dan mempengaruhi hasil kerja.

Untuk urusan eksternal, saya juga belajar bahwa urusan tripartit tidak seenteng yang saya pelajari semasa mengambil kelas Hukum Ketenagakerjaan. Urusan ini bisa dibilang cenderung sensitif karena berkaitan dengan kocek perusahaan sehingga saya rasa mungkin tidak perlu dibahas lebih lanjut dalam postingan kali ini. Intinya, menjadi HR membekali saya dengan sedikit ilmu bernegosiasi dan berpolitik hehe.

Secara kepribadian, saya dibentuk untuk menjadi pribadi yang lebih berani untuk menyuarakan pikiran saya, sekaligus melatih kemampuan berkomunikasi dengan macam-macam tipe SDM. Jujur saja, sebagai seorang introvert komunikasi adalah hal yang bukan merupakan keahlian saya. Saya tidak suka banyak bicara dan tidak suka konflik. Nyatanya pekerjaan saya benar-benar melemparkan saya jauh dari zona nyaman. Rasa tidak tegaan dan tidak enakan juga harus saya singkirkan jauh-jauh yang membuat Tim HR sering dicap sebagai kelompok menyebalkan. Ada juga beberapa praktik di lapangan yang bertentangan dengan apa yang saya yakini benar.

Meskipun posisi HR ada sebagai jembatan penghubung antara kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan, sering kali saya terjebak dalam posisi yang tidak menyenangkan. HR rawan untuk disalahkan manajemen, tapi di satu sisi sering dihujat oleh karyawan. Meski demikian, pahit manisnya pengalaman menjadi HR saya syukuri saja toh pengalaman tersebut membentuk saya menjadi pribadi yang lebih tangguh.

Alasan mengapa saya mengundurkan diri sebenarnya adalah alasan klasik alias untuk mencari pengalaman baru. Entah itu melanjutkan studi S2 atau mungkin mencari pekerjaan lain mengingat situasi COVID-19 saat postingan ini ditulis. Saya harus mengakui bahwa saya sangat jenuh dan merasa di zona nyaman, dalam artian pekerjaan harian menjadi terasa monoton dan menyebabkan saya pikir-pikir lagi perihal apakah benar menjadi HR adalah panggilan hidup saya.

Sekian tulisan perdana saya untuk blog ini. Karena postingan kali ini hanya berupa gambaran umum, apabila kalian ingin tulisan lebih mendetail seputar HR silakan tinggalkan saja komentar kalian.

See you all on my next post!